Sejarah Salib Dari Masa ke Masa
Salib (Yun = stauros atau skolops; Lat = crux simplex) dimengerti sebagai dua balok kayu yang bersilang membentuk sudut 90 derajat, sehingga terbagi dalam empat arah. Salib adalah alat hukuman mati yang ngeri dan memalukan. Maka, tidaklah mengherankan kalau Cicero, sastrawan Roma menyatakan bahwa kata “salib” mesti dijauhkan dari tubuh, bahkan dari pikiran, mata, dan telinga warga Romawi. Demikian pula Paulus mengatakan, bahwa salib Kristus, bagi orang-orang Yahudi adalah “batu sandungan” dan bagi orang bukan Yahudi adalah “kebodohan” ( 1Kor 1:23; bdk Gal 5:11).
Hukuman mati ini berasal dari negeri Persia, kemudian diambil alih oleh Yunani, dan sejak perang dengan Kartago, orang Roma pun menggunakan hukuman salib. Oleh bangsa Romawi salib dijadikan alat hukuman yang paling kejam terhadap para budak dan orang-orang asing (terutama jajahan) yang memberontak. Kedua tangan si terhukum direntang, dipaku dan / atau diikat pada balok horisontal (patibulum), sedangkan kakinya pada balok vertikal (stipes). Kemudian salib dipancang ke tanah, sementara si terhukum dibiarkan tergantung sampai mati.
Konon, hukum Yahudi menentukan bahwa para pemuja berhala, penghojat, dan pemberontak dirajam dengan batu dan digantung pada sebuah tiang. Mereka dibiarkan mati secara mengerikan karena dipandang sebagai yang terkutuk oleh Allah. Dan agar tidak menajiskan, maka mayat mereka segera dikuburkan (Ul 21:23; bdk Gal 3:13).
Dalam perkembangan selanjutnya orang lebih sering menggunakan salib dalam beberapa bentuk:
1. Salib Latin (Crux Immisa)
kayu berukuran panjang yang padanya diletakkan kayu palang yang lebih pendek. Dari papan nama (plakat) yang bertuliskan alasan hukuman, seperti yang dipasang pada salib di atas kepala Yesus, dapat disimpulkan bahwa salib bentuk inilah yang dikenakan pada-Nya.
2. Salib Tau (Crux Commisa)
kayu palang diletakkan pada puncak balok vertikal. Bentuk ini disebut juga salib St. Antonius, mungkin karena menyerupai tongkat St. Antonius dan para pertapa lainnya di padang gurun.
3. Salib Yunani
kayu palang dan vertikal berukuran sama dan bersilang tepat di tengah.
4. Salib St. Andreas (Crux Decussata)
balok vertikal dan horisontal juga berukuran sama, tetapi persilangannya membentuk huruf X. Jadi, kedua kakinya sama-sama ditanam ke dalam tanah. [lihat contohnya di sini]
Para ahli Mesir mengartikan “Ankh” sebagai simbol kehidupan yang dipertentangkan dengan kematian. Ankh diyakini juga sebagai milik para dewa yang diberikan kepada Firaun, raja Mesir, selaku penguasa kehidupan. Demikian pula dengan bentuk “Tau”. Kepercayaan masyarakat atas bentuk “Tau” sebagai tanda kehidupan mungkin berasal dari arti kata “tau” itu sendiri yang dalam bahasa Mesir kuno dibaca “kehidupan”. Orang Roma memakainya bagi tentara yang masih hidup, sedangkan bagi yang sudah meninggal digunakan istilah “theta”.
Dalam Perjanjian Lama, tanda Tau juga menyimbolkan kehidupan, seperti yang difirmankan TUHAN kepada Nabi Yehezkiel, “'Berjalanlah dari tengah-tengah kota, yaitu Yerusalem dan tuliskan huruf T pada dahi orang-orang yang berkeluh kesah kerena segala perbuatan keji yang dilakukan di sana.' Dan kepada yang lain-lain aku mendengar Dia berfirman, 'Ikutilah dia dari belakang melalui kota itu dan pukullah sampai mati! Janganlah merasa sayang dan jangan kenal belas kasihan. Orang-orang tua, teruna-teruna dan dara-dara, anak-anak kecil dan perempuan-perempuan, bunuh dan musnahkan! Tetapi semua orang yang ditandai huruf T itu, jangan singgung!'” (Yeh 9:4-6b). Perintah Allah ini hendak membuktikan kasih-Nya untuk menyelamatkan mereka yang menderita karena kekejian.
Simbolisme perintah yang kurang lebih sama, juga ditujukan kepada Musa dan Harun. Lewat Musa dan Harun, Allah berfirman kepada segenap jemaah Israel di Mesir untuk mengoleskan darah anak domba Paskah pada tiang dan jenang pintu rumah orang-orang yang memakannya. Dengan pengolesan itu mereka akan dibebaskan dari murka Allah (Kel 12:1-28). Darah anak domba Paskah Yahudi ini menjadi lambang darah Kristus, Anak Domba Paskah yang dikorbankan bagi keselamatan umat baru, yang ditandai dengan salib. Simbolisme ini lebih jelas terungkap dalam Wahyu, bahwasannya keempat malaikat ditugasi Allah untuk memeteraikan hamba-hamba-Nya supaya tetap hidup.
Mengenai swastika atau sauvastika ada beberapa kebudayaan yang memberi arti kepadanya. Bagi orang Jerman kuno, swastika dilambangkan dengan palu odam dewa Thor yang digunakan untuk mengolah dunia. Jadi, swastika melambangkan kekuatan dan kekuasaan dewa. Bangsa Mesopotamia menganggapnya sebagai kekuatan alam semesta. Dalam kebudayaan Mohenjo Daro, India kuno, swastika dikaitkan dengan gambar naga, yang melambangkan kesuburan. Hinduisme menghubungkannya dengan Visnu yang menguasai kehidupan dan alam semesta. Sedangkan bagi Budhisme, swastika merupakan simbol peraturan jagat raya, termasuk aturan hidup manusia.
Wallahu 'alam bisyawwab.
UNTUK DIPERHATIKAN
Admins menghormati hak kebebasan berpendapat anda dalam merespons artikel manapun yang tersaji di sini. Karenanya, tidak ada pemberlakuan persyaratan khusus yang dapat diartikan sebagai pembatasan atas hak tsb. Sebagai gantinya, kami hanya minta anda menghormati kewajiban moral anda sendiri dengan menghargai tata-krama serta adab yang berlaku dalam budaya kita. Ekspresikanlah pendapat anda dengan menggunakan bahasa yang baik. Terima kasih.
0 Comments:
Post a Comment