Pengantar Teologi Islam


Teologi Islam
Teologi adalah ilmu yang membahas tentang ketuhanan, dan segala hal yang berkaitan dengan nilai-nilai ketuhanan. Posisi teologi sangatlah penting dalam berbagai pembahasan tentang studi pengajaran agama. Kajian teologi dalam ranah Islam memiliki nama yang lebih terkenal seperti ilmu kalam dan ilmu tauhid.

Arti Dan Makna Tauhid Menurut Islam
Ilmu tauhid adalah ilmu yang membahas tentang Allah SWT, sifat-sifat yang wajib pada-Nya, sifat-sifat yang boleh disifatkan kepada-Nya, dan sifat-sifat yang sama sekali harus ditiadakan daripada-Nya. 

Selain itu, ilmu tauhid juga membahas tentang rasul-rasul Allah SWT untuk menetapkan kerasulan mereka, hal-hal yang wajib ada pada diri mereka, hal-hal yang boleh (dinisbahkan) kepada mereka, dan hal-hal terlarang mengaitkannya kepada mereka.

Dinamakan ilmu tauhid karena pokok pembahasann terpentingnya adalah menetapkan keesaan (wahidah) Allah SWT dalam Dzat-Nya, dalam menerima peribadatan dari makhluk-Nya, dan meyakini bahwa Dia-lah tempat kembali, satu-satunya tujuan. 

Keyakinan tauhid inilah yang menjadi tujuan utama bagi kebangkitan Nabi Muhammad Saw.
 
Menurut bahasa kata tauhid berasal dari bahasa Arab tauhid bentuk masdar (infinitif) dari kata wahhada, yang artinya al-i’tiqaadu biwahdaniyyatillah (keyakinan atas keesaan Allah). 

Sedangkan pengertian secara istilah tauhid ialah meyakini bahwa Allah Swt. itu Esa dan tidak ada sekutu bagi-Nya. Kesaksian ini dirumuskan dalam kalimat syahadat. Laa ilaha illa Allah (tidak ada Tuhan selain Allah). 
 
Tauhid artinya mengesakan Allah. Esa berarti Satu. Allah tidak boleh dihitung dengan satu, dua atau seterusnya, karena kepada-Nya tidak layakdikaitkan dengan bilangan. Beberapa ayat al-Qur’an telah dengan jelas mengatakan keesaan Allah. Di antara yang paling mudah dipahami adalah surah Al-Ikhlas ayat 1-4 sebagai berikut: 
 






ู‚ُู„ْ ู‡ُูˆَ ุงู„ู„ّٰู‡ُ ุงَุญَุฏٌۚ   .  ุงَู„ู„ّٰู‡ُ ุงู„ุตَّู…َุฏُۚ  .  ู„َู…ْ ูŠَู„ِุฏْ ูˆَู„َู…ْ ูŠُูˆْู„َุฏْۙ  .  ูˆَู„َู…ْ ูŠَูƒُู†ْ ู„َّู‡ٗ ูƒُูُูˆًุง ุงَุญَุฏٌ
Katakanlah, "Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada pula-diperanakkan, dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.”

MAKNA TAUHID 
Kata ‘tauhid’ dalam bahasa Arab adalah mashdar (kata benda) yang berasal dari kata kerja: ูˆَุญَّุฏَ ูŠُูˆَุญِّุฏُ ุชَูˆْุญِูŠْุฏًุง  wahhada – yuwahhidu –tauhรฎdan,  artinya membuat sesuatu menjadi satu.  [Lihat Lisรขnul ‘Arab, Bรขb wa ha da; At-Ta’rรฎfรขt, hlm. 96; Al-Hujjah, 1/305, 306]

Adapun secara istilah agama, tauhid artinya mengimani keberadaan Allรขh, mengesakan Allรขh Subhanahu wa Ta’ala dengan rubรปbiyah dan ulรปhiyah, dan beriman kepada seluruh nama-nama-Nya dan sifat-sifat-Nya. [Lihat Lawรขmi’ul Anwรขr, hlm. 57; Al-Qaulus Sadรฎd, hlm. 16; At-Tanbรฎhรขt as-Saniyyah, hlm.9; dan Al-Qaulul Mufรฎd, 1/5] 

TAUHID ADALAH AQIDAH BAWAAN MANUSIA [1] 
Allรขh Azza wa Jalla telah menciptakan manusia memiliki fitrah beriman kepada-Nya dan mentauhidkan-Nya. Manusia itu dilahirkan dalam keadaan mengimani keberadaan Allรขh Azza wa Jalla bahwa tidak ada yang berhak diibadahi selain Dia, dan tidak ada Rabb selain Dia. Seandainya manusia dibiarkan pada fitrahnya yang asli, dia pasti tumbuh menjadi orang yang mentauhidkanNya. [Lihat: Tafsรฎr al-Baghawi, 3/482; Tafsรฎr Ibni Katsรฎr, 3/688; dan Ma’รขrijul Qabรปl, 1/91, 93] 

ูَุฃَู‚ِู…ْ ูˆَุฌْู‡َูƒَ ู„ِู„ุฏِّูŠู†ِ ุญَู†ِูŠูًุง ۚ ูِุทْุฑَุชَ ุงู„ู„َّู‡ِ ุงู„َّุชِูŠ ูَุทَุฑَ ุงู„ู†َّุงุณَ ุนَู„َูŠْู‡َุง ۚ ู„َุง ุชَุจْุฏِูŠู„َ ู„ِุฎَู„ْู‚ِ ุงู„ู„َّู‡ِ ۚ ุฐَٰู„ِูƒَ ุงู„ุฏِّูŠู†ُ ุงู„ْู‚َูŠِّู…ُ ูˆَู„َٰูƒِู†َّ ุฃَูƒْุซَุฑَ ุงู„ู†َّุงุณِ ู„َุง ูŠَุนْู„َู…ُูˆู†َ 
"Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allรขh; (tetaplah atas) fitrah Allรขh yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allรขh. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui." (QS. Ar-Rรปm[30]:30)

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: 

ู…َุง ู…ِู†ْ ู…َูˆْู„ُูˆุฏٍ ุฅِู„َّุง ูŠُูˆู„َุฏُ ุนَู„َู‰ ุงู„ูِุทْุฑَุฉِ، ูَุฃَุจَูˆَุงู‡ُ ูŠُู‡َูˆِّุฏَุงู†ِู‡ِ، ูˆَูŠُู†َุตِّุฑَุงู†ِู‡ِ، ุฃَูˆْ ูŠُู…َุฌِّุณَุงู†ِู‡ِ 
Semua bayi dilahirkan di atas fitrah, kemudian kedua orang tuanya menjadikannya beragama Yahudi, Nashrani, atau Majusi. [HR. Al-Bukhรขri, no. 1359 dan Muslim, no. 2658] 

Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda meriwayatkan dari Rabbnya, bahwa Allรขh Azza wa Jalla berfirman: 

ูˆَุฅِู†ِّูŠ ุฎَู„َู‚ْุชُ ุนِุจَุงุฏِูŠ ุญُู†َูَุงุกَ ูƒُู„َّู‡ُู…ْ، ูˆَุฅِู†َّู‡ُู…ْ ุฃَุชَุชْู‡ُู…ُ ุงู„ุดَّูŠَุงุทِูŠู†ُ ูَุงุฌْุชَุงู„َุชْู‡ُู…ْ ุนَู†ْ ุฏِูŠู†ِู‡ِู…ْ 
Sesungguhnya Aku (Allรขh) telah menciptakan hamba-hambaKu semuanya hanif (lurus; muslim), dan sesungguhnya setan-setan mendatangi mereka lalu menyesatkan mereka dari agama mereka. [HR. Muslim, no. 2865] 

Oleh karena itu Nabi Adam Alaihissallam, bapak semua manusia dan semua anaknya yang hidup di zamannya adalah orang-orang yang bertauhid. Keturunan Nabi Adam setelahnya terus berada di atas tauhid sampai datang kaum Nabi Nรปh Alaihissallam, setan menampakkan syirik sebagai sesuatu yang bagus kepada mereka dan mengajak mereka menuju syirik, sehingga mereka terjerumus ke dalam syirik. 

Allah Azza wa Jalla berfirman: 

ูƒَุงู†َ ุงู„ู†َّุงุณُ ุฃُู…َّุฉً ูˆَุงุญِุฏَุฉً ูَุจَุนَุซَ ุงู„ู„َّู‡ُ ุงู„ู†َّุจِูŠِّูŠู†َ ู…ُุจَุดِّุฑِูŠู†َ ูˆَู…ُู†ْุฐِุฑِูŠู†َ ูˆَุฃَู†ْุฒَู„َ ู…َุนَู‡ُู…ُ ุงู„ْูƒِุชَุงุจَ ุจِุงู„ْุญَู‚ِّ ู„ِูŠَุญْูƒُู…َ ุจَูŠْู†َ ุงู„ู†َّุงุณِ ูِูŠู…َุง ุงุฎْุชَู„َูُูˆุง ูِูŠู‡ِ 
"Manusia itu adalah umat yang satu. (setelah timbul perselisihan), maka Allรขh mengutus para nabi, sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi kabar peringatan, dan Allรขh menurunkan bersama mereka Kitab yang benar, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan." (QS. Al-Baqarah[2]: 213)

Diriwayatkan dari Abdullah bin Abbรขs Radhiyallahu anhu, beliau berkata: 

ูƒَุงู†َ ุจَูŠْู†َ ู†ُูˆุญٍ ูˆَุขุฏَู…َ ุนَุดَุฑَุฉُ ู‚ُุฑُูˆู†ٍ، ูƒُู„ُّู‡ُู…ْ ุนَู„َู‰ ุดَุฑِูŠุนَุฉٍ ู…ِู†َ ุงู„ْุญَู‚ِّ. ูَุงุฎْุชَู„َูُูˆุง، ูَุจَุนَุซَ ุงู„ู„َّู‡ُ ุงู„ู†َّุจِูŠِّูŠู†َ ู…ُุจَุดِّุฑِูŠู†َ ูˆَู…ُู†ْุฐِุฑِูŠู†َ 
Antara Nabi Nuh dengan Nabi Adam ada sepuluh generasi, mereka semua berada di atas syari’at yang haq, tetapi kemudian mereka berselisih, maka Allรขh mengutus para nabi, sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi kabar peringatan”. [Riwayat Thabari di dalam tafsirnya, 4/275 dan al-Hรขkim dalam al-Mustadrak, 2/546. Lihat Tafsir Ibnu Katsir, 1/569] 

Dan penyebab perselisihan manusia pertama kali di muka bumi adalah kemusyrikan yang dilakukan oleh kaum Nabi Nรปh Alaihissallam , disebabkan oleh sikap ghuluw (melewati batas) dalam mengagungkan orang-orang shalih. Allรขh Subhanahu wa Ta’ala berfirman tentang kaum Nabi Nรปh Alaihissallam: 

ูˆَู‚َุงู„ُูˆุง ู„َุง ุชَุฐَุฑُู†َّ ุขู„ِู‡َุชَูƒُู…ْ ูˆَู„َุง ุชَุฐَุฑُู†َّ ูˆَุฏًّุง ูˆَู„َุง ุณُูˆَุงุนًุง ูˆَู„َุง ูŠَุบُูˆุซَ ูˆَูŠَุนُูˆู‚َ ูˆَู†َุณْุฑًุง 
Dan mereka berkata: “Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) ilah-ilah (tuhan-tuhan) kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) Wadd, dan jangan pula Suwaa’, Yaghuts, Ya’uq dan Nasr.” (QS. Nรปh[71]:23)

Tuhan-tuhan yang disembah oleh kaum Nabi Nuh di atas, asalnya adalah orang-orang shalih yang telah mati. Sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Abbรขs Radhiyallahu anhu:
 
ุนَู†ْ ุงุจْู†ِ ุนَุจَّุงุณٍ ุฑَุถِูŠَ ุงู„ู„َّู‡ُ ุนَู†ْู‡ُู…َุง ุตَุงุฑَุชْ ุงู„ْุฃَูˆْุซَุงู†ُ ุงู„َّุชِูŠ ูƒَุงู†َุชْ ูِูŠ ู‚َูˆْู…ِ ู†ُูˆุญٍ ูِูŠ ุงู„ْุนَุฑَุจِ ุจَุนْุฏُ ุฃَู…َّุง ูˆَุฏٌّ ูƒَุงู†َุชْ ู„ِูƒَู„ْุจٍ ุจِุฏَูˆْู…َุฉِ ุงู„ْุฌَู†ْุฏَู„ِ ูˆَุฃَู…َّุง ุณُูˆَุงุนٌ ูƒَุงู†َุชْ ู„ِู‡ُุฐَูŠْู„ٍ ูˆَุฃَู…َّุง ูŠَุบُูˆุซُ ูَูƒَุงู†َุชْ ู„ِู…ُุฑَุงุฏٍ ุซُู…َّ ู„ِุจَู†ِูŠ ุบُุทَูŠْูٍ ุจِุงู„ْุฌَูˆْูِ ุนِู†ْุฏَ ุณَุจَุฅٍ ูˆَุฃَู…َّุง ูŠَุนُูˆู‚ُ ูَูƒَุงู†َุชْ ู„ِู‡َู…ْุฏَุงู†َ ูˆَุฃَู…َّุง ู†َุณْุฑٌ ูَูƒَุงู†َุชْ ู„ِุญِู…ْูŠَุฑَ ู„ِุขู„ِ ุฐِูŠ ุงู„ْูƒَู„َุงุนِ ุฃَุณْู…َุงุกُ ุฑِุฌَุงู„ٍ ุตَุงู„ِุญِูŠู†َ ู…ِู†ْ ู‚َูˆْู…ِ ู†ُูˆุญٍ ูَู„َู…َّุง ู‡َู„َูƒُูˆุง ุฃَูˆْุญَู‰ ุงู„ุดَّูŠْุทَุงู†ُ ุฅِู„َู‰ ู‚َูˆْู…ِู‡ِู…ْ ุฃَู†ْ ุงู†ْุตِุจُูˆุง ุฅِู„َู‰ ู…َุฌَุงู„ِุณِู‡ِู…ْ ุงู„َّุชِูŠ ูƒَุงู†ُูˆุง ูŠَุฌْู„ِุณُูˆู†َ ุฃَู†ْุตَุงุจًุง ูˆَุณَู…ُّูˆู‡َุง ุจِุฃَุณْู…َุงุฆِู‡ِู…ْ ูَูَุนَู„ُูˆุง ูَู„َู…ْ ุชُุนْุจَุฏْ ุญَุชَّู‰ ุฅِุฐَุง ู‡َู„َูƒَ ุฃُูˆู„َุฆِูƒَ ูˆَุชَู†َุณَّุฎَ ุงู„ْุนِู„ْู…ُ ุนُุจِุฏَุชْ 
Dari Ibnu Abbas, dia berkata: “Patung-patung yang dahulu ada pada kaum Nabi Nรปh setelah itu berada pada bangsa Arab. Adapun Wadd berada pada suku Kalb di Daumatul Jandal. Suwรข’ berada pada suku Hudzail. Yaghรปts berada pada suku Murรขd, lalu pada suku Bani Ghuthaif di al-Jauf dekat Saba’. Ya’uq berada pada suku Hamdan. Dan Nasr berada pada suku Himyar pada keluarga Dzil Kila’. Itu semua nama-nama orang-orang shalih dari kaum (sebelum-pen) Nuh. Ketika mereka mati, syaithan membisikkan kepada kaum mereka: “Buatlah patung yang ditegakkan pada majlis-majlis mereka, yang mereka dahulu biasa duduk. Dan namakanlah dengan nama-nama mereka!”. Lalu mereka melakukan. Patung-patung itu tidak disembah. Sehingga ketika mereka (generasi pembuat patung) mati, ilmu (agama) telah hilang, patung-patung itu tidak disembah.” [HR. Al-Bukhรขri, no. 4920] 

Syaikh Abdurrahman bin Hasan Alu Syaikh berkata, “Ini memberikan faidah berhati-hati dari ghuluw dan sarana-sarana kemusyrikan, walaupun niatnya baik. Karena sesungguhnya syaithan memasukkan mereka (orang-orang di zaman Nabi Nuh–pen) dari pintu ghuluw (melampaui batas) terhadap orang-orang shalih dan berlebihan di dalam mencintai mereka. Sebagaimana telah terjadi semisal itu di dalam umat ini. Syaithan menampakkan kepada mereka berbagai bid’ah dan ghuluw dengan bentuk mengagungkan orang-orang sholih dan mencintai mereka. Sehingga akhirnya syaithan menjerumuskan mereka di dalam perkara yang lebih besar dari itu, yaitu menyembah orang-orang shalih itu dari selain Allรขh Azza wa Jalla ”. [Fathul Majรฎd, hlm: 197, penerbit: Dar Ibni Hazm] 

MACAM-MACAM TAUHID 
Allรขh Azza wa Jalla telah menyebutkan macam-macam tauhid di dalam banyak ayat di dalam kitab-Nya. Di antaranya adalah firman Allรขh Azza wa Jalla di permulaan surat al-Fรขtihah: 

ุงู„ْุญَู…ْุฏُ ู„ِู„َّู‡ِ ุฑَุจِّ ุงู„ْุนَุงู„َู…ِูŠู†َ 
Segala puji bagi Allรขh, Rabb semesta alam. (QS. Al-Fรขtihah[1]: 2)
Lafazh Allah menetapkan adanya tauhid uluhiyah. Lafazh ‘Rabb semesta alam’ menetapkan adanya tauhid rububiyah. Juga firman Allรขh Azza wa Jalla dalam surat ini: 

ุงู„ุฑَّุญْู…َٰู†ِ ุงู„ุฑَّุญِูŠู…ِ 
Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Fรขtihah[1]: 3) 
menetapkan adanya tauhid asma’ dan sifat. Juga firman Allรขh Azza wa Jalla dalam surat yang sama: 

ู…َุงู„ِูƒِ ูŠَูˆْู…ِ ุงู„ุฏِّูŠู†ِ 
Yang menguasai di Hari Pembalasan. (QS. Al-Fรขtihah[1]: 4) 
menetapkan adanya tauhid rububiyah. Dan firman Allรขh: 

ุฅِูŠَّุงูƒَ ู†َุนْุจُุฏُ ูˆَุฅِูŠَّุงูƒَ ู†َุณْุชَุนِูŠู†ُ 
Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan. (QS. Al-Fรขtihah[1]: 5) 
menetapkan adanya tauhid uluhiyah. 

PEMBAGIAN JENIS TAUHID 
Ayat-ayat yang yang menjelaskan macam-macam tauhid banyak sekali dan gamblang menjelaskan macam-macam tauhid ini. 

Oleh karena itu para Ulama dari kalangan Salaf umat ini dan semua madzhab empat, Hanafiyah, Mรขlikiyah, Syรขfi’iyah, Hanabilah, mereka semua menjelaskan tiga macam tauhid. 
Tiga macam tauhid ini adalah: 
  1. Tauhid Rubรปbiyah. 
  2. Tauhid Ulรปhiyah (Ibadah). 
  3. Tauhid Asmรข dan Sifat. 
Sebagian Ulama menyebutkan tiga macam tauhid ini sekaligus, sebagian yang lain menyebutkan sebagian macam tauhid pada waktu pembicaraan tentang permasalahan-permasalahannya, sementara sebagian Ulama menjadikan macam tauhid menjadi dua jenis: 
  • Tauhid fil ma’rifah wal itsbรขt (tauhid berkaitan dengan pengetahuan dan penetapan), ini mencakup Tauhid Rubรปbiyah dan tauhid asmรข’ dan sifat-sifat Allรขh). 
  • Tauhid fit thalab wal qashd, ini adalah tauhid ulรปhiyah 
 
Kedua pembagian itu benar, diambil dari nash-nash Al-Qur’an dan As-Sunnah. [Lihat: Madรขrijus Sรขlikรฎn, 3/484, karya imam Ibnul Qayyim al-Hanbali; Syarah ath-Thahรขwiyah, hlm. 24, karya imam Ibnu Abil ‘Izzi Al-Hanafi; dan Syarah Fiqih Akbar karya imam Mula Ali al-Qari al-Hanafi] 

__________ 
Footnote 
[1] Disadur oleh Abu Isma’il Muslim al-Atsari dari kitab Tashรฎl al-‘Aqรฎdah al-Islรขmiyyah, hlm. 35-37, penerbit: Darul ‘Ushaimi lin nasyr wa tauzi’, karya Prof. Dr. Abdullah bin Abdul ‘Aziz bin Hammaadah al-Jibrin dan beberapa rujkan yang lain.  [Sumber: Al-manhajj]


Pengantar Teologi Islam
Share on Google Plus

Bagus Pamungkas

Saya adalah salahseorang cantrik Sekolah Minggu Gus Mendem dan Kawan Kawan dalam barisan Muslim yang melawan aksi penyesatan iman dan segala bentuk upaya pemurtadan terhadap umat Islam yang dilakukan secara melawan hukum baik oleh individu-individu maupun kelompok-kelompok tertentu demi kepentingan Kristen. Meski demikian, blog ini tidak dimaksudkan untuk umat Kristen secara luas melainkan terbatas hanya untuk para Misionaris, Evangelis, dan pendukungnya saja. Publikasi blog ini adalah bagian dari tugas para cantrik Gus Mendem menghimpun berbagai konten yang relevans dengan isu di atas, untuk selanjutnya diwartakan ke tengah-tengah komunitas penginjil dimaksud
UNTUK DIPERHATIKAN
Admins menghormati hak kebebasan berpendapat anda dalam merespons artikel manapun yang tersaji di sini. Karenanya, tidak ada pemberlakuan persyaratan khusus yang dapat diartikan sebagai pembatasan atas hak tsb. Sebagai gantinya, kami hanya minta anda menghormati kewajiban moral anda sendiri dengan menghargai tata-krama serta adab yang berlaku dalam budaya kita. Ekspresikanlah pendapat anda dengan menggunakan bahasa yang baik. Terima kasih.
    Blogger
    Facebook

0 Comments:

Post a Comment