Jakarta, CNN Indonesia -- Membicarakan ihwal Yahudi, di Indonesia, kerap memunculkan beragam stigma. Istilah yang merujuk pada suatu suku bangsa itu biasa dikaitkan dengan paham kolonial yang berkonotasi negatif.
Fenomena atas istilah Yahudi itu disampaikan Ketua Program Studi Falsafah dan Agama Universitas Paramadina, Fuad Mahbub Siraj, kepada CNNIndonesia.com, Rabu (13/7).
“Yahudi itu luas, bisa dilihat dari perspektif agama, budaya, dan juga garis keturunan. Tetapi Yahudi sebagai suatu agama samawi, sebenarnya sama seperti Islam dan Kristen,” ujarnya.
Menurut Fuad, persoalan muncul ketika Yahudi diidentikkan dengan negara Israel dan zionisme. Padahal, kata dia, Yahudi tidak berkaitan dengan zionisme yang disebutnya sebagai gerakan politik.
“Yahudi itu sebetulnya tidak ada hubungan dengan zionisme. Itu kan gerakan yang berkaitan invasi Israel sebagai negara terhadap Palestina,” kata dia.
Lihat juga:Pemerintah Tidak Melarang Agama Yahudi di Indonesia
Fuad menyebut zionisme sudah ada sejak Indonesia berada di bawah koloni Belanda. Ideologi itu, kata dia, tidak serta merta diterima oleh imigran berlatar belakang Yahudi yang menetap di Hindia Belanda.
Pernyataan tersebut serupa dengan apa yang dipaparkan Jeffery Hadler, peneliti Studi Asia Tenggara dari Universitas Berkeley, Amerika Serikat. Pada penelitiannya yang berjudul Translations of Antisemitsm: Jews, The Chinese and Violence in Colonial and Post-Colonial Indonesia, Hadler menyebut organisasi zionis yang didirikan di Hindia Belanda tidak mendapatkan sambutan hangat dari komunitas Yahudi.
Hadler mengutip kata sambutan pada perayaan pendirian Association for Jewish Interest in the Netherlands Indies di Batavia, Juli 1927. Dokumen itu ditemukannya di Arsip Nasional Indonesia.
“Dua belas tahun lalu di Batavia, sebuah asosiasi Yahudi didirikan. Keberadaannya sangat singkat. Beberapa tahun kemudian, organisasi zionis coba didirikan di Batavia. Lembaga itu memang berhasil dibentuk, tapi eksistensinya bahkan lebih singkat,” tulis dokumen itu.
Lihat juga:Riwayat Komunitas Yahudi di Surabaya
Penjelajah sekaligus pendukung gerakan zionis asal Inggris, Israel Cohen, menemukan cabang Keren Hayesod, sebuah lembaga yang turut mendanai program badan zionis internasional di Semarang. Ia melakukan perjalanan ke Jawa awal dekade 1920-an.
Maret 1928, Keren Hayesod memiliki kantor perwakilan di Batavia, Surabaya, Bandung, Semarang, Malang, Yogyakarta, Medan dan Padang.
Gerakan yang itu disusul penerbitan majalah Erets Israel (Het Joods Land) di Padang tahun 1926. Penerbitan itu tak dapat dilepaskan dari campur tangan pria Belanda bernama van Creveld. Ia mendeklarasikan diri sebagai pendukung Keren Hayesod.
Manfred Hutter, dalam buku berjudul Between Mumbai and Manila: Judaism in Asia since The Founding of the State of Israel, menulis Erets Israel terbit setiap awal bulan dalam perhitungan Ibrani. Salah satu konten Erets Israel merupakan dukungan terhadap gerakan Zionis.
Majalah itu disebarkan secara gratis keseluruh komunitas Yahudi di Hindia Belanda. Tahun 1928, kantor majalah itu pindah ke Bandung. Setelahnya, konten zionis mulai berkurang di majalah itu. Edisi terakhir majalah itu tertanggal 8 Mei 1939 menyusul kepindahan van Creveld dari Hindia Belanda.
Di Padang, forum zionis digelar di Loji Mata Hari milik Tarekat Kemasonan. Fakta ini tertulis dalam buku babon gerakan Freemasonry Hindia Belanda, Gedenboek van de Vrijmetselarij in Nederlandsch Oost Indie 1867-1917.
Berbagai gerakan zionis yang tidak laku itu akhirnya berakhir beriringan dengan gelombang kepergian komunitas Yahudi dari Indonesia, baik pasca pendudukan Jepang dan di awal Orde Lama.
Yahudi dalam kerancuan
Ketidaktahuan sejarah yang dialami sebagian masyarakat Indonesia, kata Fuad, mempengaruhi eksistensi keturunan Yahudi dan penganut Yudaisme di Indonesia pada era kekinian. Menurutnya, komunitas itu berada dalam posisi yang tidak menguntungkan.
Dengan situasi dan kondisi seperti itu, mereka berjalan secara di bawah tanah atau senyap. “Mereka jadi enggan mengekspos diri. Ada ketakutan terkait keselamatan mereka,” ucap Fuad.
Mengutip pernyataan Ibnu Burdah dalam tulisan berjudul Indonesian Muslims’ Perceptions of Jew and Israel, Hutter menyebut fenomena yang terjadi di Indonesia adalah ‘anti-semit tanpa Yahudi’. Sementara Anthony Reid menilai, masyarakat Indonesia garis keras menjadikan Yahudi sebagai simbol negatif atas sekularisme, globlisasi dan modernitas pada umumnya.
“Karena mereka tidak pernah berkomunikasi dengan keturunan Yahudi, imej negatif itu tumbuh subur,” kata Hutter.
Lihat juga:Yahudi dalam Bingkai Kebhinekaan Indonesia
Kepada CNNIndonesia.com, sejumlah keturunan Yahudi dan penganut Yudaisme di Indonesia membenarkan adanya stigma negatif yang menggantung di punggung mereka. Yaakov Baruch, keturunan Yahudi Belanda yang berdomisili di Manado, mengatakan pandangan negatif itu muncul akibat pemberitaan dan penulisan sejarah yang tidak tepat.
“Saya hidup di negara yang konsep Yahudi dipandang secara negatif, dicurigai dan dibenci. Saya harus menjelaskan ke orang-orang di lingkungan pergaulan saya, bahwa Yahudi tidak seperti yang ditulis media ekstrem,” ucapnya.
Reginal Tanalise, penganut Yudaisme asal Maluku, mengaku memberanikan diri untuk tampil di muka publik setelah mendapatkan jaminan dari Kementerian Agama. Ia berkata, pada suatu forum yang digelar di Manado, tahun 2015, pejabat kementerian itu mendorong komunitas Yahudi keluar dari bayang-bayang stigma negatif.
“Kami diminta menunjukkan eksistensi diri, berkomunikasi dengan penganut agama lain dan menjaga hubungan baik dengan pemerintah. Atas saran itulah, saya memberanikan diri untuk keluar. Kalau tidak, ya di rumah saja, ini urusan saya dengan Tuhan,” tuturnya.
[Sumber: CNN Indonesia]
UNTUK DIPERHATIKAN
Admins menghormati hak kebebasan berpendapat anda dalam merespons artikel manapun yang tersaji di sini. Karenanya, tidak ada pemberlakuan persyaratan khusus yang dapat diartikan sebagai pembatasan atas hak tsb. Sebagai gantinya, kami hanya minta anda menghormati kewajiban moral anda sendiri dengan menghargai tata-krama serta adab yang berlaku dalam budaya kita. Ekspresikanlah pendapat anda dengan menggunakan bahasa yang baik. Terima kasih.
0 Comments:
Post a Comment