1.1 SRI PAUS DAN NEGARA VATIKAN

Menurut kepercayaan dalam Agama Katolik, maka kepala Gereja  adalah Sri Yesus yang dalam bentuk nampak sehari-hari di  dunia diwakili oleh Sri Paus. Jadi Sri Paus adalah Wakil  Yesus Kristus sebagai Kepala Gereja. Gereja Katolik  mendasarkan hal ini pada ayat dalam Injil Mateus 16:18:  "Petrus, engkau adalah batu karang; di atas karang padas ini  akan kudirikan Gerejaku. Kuasa mautpun tidak dapat  mengalahkannya." Jadi menurut tradisi Gereja Katolik Petrus  diakui sebagai Paus yang Pertama. 
Pelantikan Petrus sebagai Paus yang pertama, kemudian  diikuti juga dengan penugasannya yang tertera dalam dialog  Yesus dan Petrus seperti ditulis dalam Injil Yohanes  21:15-19, dimana Sri Yesus bertanya: "Petrus, apakah engkau  mengasihi Aku lebih dari yang lain?" Jawab Petrus: "Ya  Tuhan, Tuhan mengetahui bahwa hamba mengasihi Tuhan." Yesus  berkata: "Gembalakanlah segala dombaku." Dialog itu  berlangsung sampai tiga kali dengan kata-kata yang sama. 
Gereja Protestanpun mengakui bahwa Sri Yesus Kristus adalah  Kepala Gerejanya, tetapi tidak mengakui kekuasaan Petrus  sebagai Paus pertama dan dengan demikian juga tidak mengakui  penggantinya sampai yang sekarang. 
 Semenjak Petrus sebagai Paus pertama sampai kepada Paus  Paulus VI terdapat 263 orang Paus. Jadi Sri Paus Paulus VI  adalah Paus yang ke 263. Bagaimana cara memilib nama seorang  Paus? Seorang Kardinal yang terpilih menjadi Paus bebas  memilih namanya. Jika dia memilih nama Yohanes, maka dilihat  dalam daftar para Paus nama itu sudah dipakai oleh 23 orang  Paus terdahulu, maka Paus yang sekarang bergelar Sri Paus  Yohanes ke XXIV. Jika dia memilih nama Pius, sedang nama itu  pernah dipakai oleh 12 pendahulunya, maka dia bergelar Paus  Pius XIII; jika pengganti Paus Paulus VI memilih nama  Paulus, maka dia bergelar Sri Paus Paulus VII, demikian  seterusnya. 
Gelar-gelar Sri Paus adalah: Kepala Gereja Katolik.  pengganti Petrus, Primas (Pangeran) Gereja Katolik, Uskup  kota Roma, Kepala Negara Vatikan. 
Dalam urusan dunia Sri Paus adalah Kepala Negara Vatikan;  Vatikan adalah negara kota seperti Singapura atau Monaco,  yang luasnya 44 Ha. Didalamnya terdapat jalan raya, 2 buah  Gereja besar diantaranya basilika St. Petrus, istana Sri  Paus cita del Vatikano, gedung-gedung Kementerian  (Konggregasi) yang berjumlah 10 dan sebuah Universitas  Kepausan Gregorian. Vatikan sebagai negara terletak ditengah  kota Roma (Itali) tetapi lepas dari pengaruh negara Italia. 
Negara Vatikan mulai berdiri semenjak abad ke VIII, tetapi  kemudian oleh gerakan Persatuan Itali Raya dibawah pimpinan  Garibaldi dicaplok dan dijadikan bagian dari Negara Itali  Raya semenjak tahun 1871. Jadi semenjak tahun itu Sri Paus  hanya menjadi kepala Gereja saja, bukan seorang Kepala  Negara yang berdaulat dan merdeka; bahkan dia lalu menjadi  warga negara Italia. Usaha ke arah pemulihan kemerdekaan  terus diusahakan dan baru tahun 1929 berhasil ditanda  tangani Perjanjian Veteranen antara Sri Paus Pius XI dan  Benedicto Musolini pemimpin Negara Itali waktu itu. Dalam  Perjanjian itu ditegaskan bahwa kedaulatan Sri Paus  dikembalikan dan diakui oleh Itali sebagai negara yang  merdeka lepas dari Itali. Semua milik Gereja yang pernah  disita dikembalikan.    
Negara Vatikan juga disebut Negara Gereja. Dan sebagai  negara, maka Vatikan juga mempanyai alat-alat perlengkapan  sebagai negara. Terdapat 10 Kementerian yang disebut  Konggregasi misalnya Konggregasi Suci Kepausan untuk urusan  ibadat Suci, Konggregasi Kepausan untuk urusan orang-orang  Kudus, dan lain-lain. Untuk urusan luar negeri diurus oleh  Seketariat Negara. Sebagai suatu negara maka Vatikan juga  mempunyai Duta Besar di negara lain, yang disebut Pro Nuncio  atau Nunciatur; dan juga negara lain ada juga yang mempunyai  Duta Besar Vatikan; Kedutaan Besar Vatikan di Indonesia di  Jalan Medan Merdeka Timur, sedang pada waktu ini (1977) yang  menjabat Nunciatur adalah Mgr. (di baca Monsinyur) Vincentio  Varargo, sedang duta Besar kita di Vatikan adalah RM.  Soebadio. Vatikan juga mempunyai gedung penjara yang praktis  tidak pernah digunakan. Mata uang dan perangko juga  diterbitkan. Dengan demikian maka Vatikan memang merupakan  suatu negara dalam arti yang sesuugguhnya. 
Pakaian kebesaran Sri Paus adalah; tiara yaitu mahkota  berlapis tiga yang melambangkan bahwa Sri Paus di samping  seorang Raja, juga dalam memerintah mewakili Allah Bapa,  Putra dan Roh Kudus. Lalu Cincin bergambar Petrus sedang  menjala ikan yang melambangkan bahwa Sri Paus meneruskan  pekerjaan Petrus. Tongkat melambangkan bahwa karya gembala  seperti ditugaskan Sri Yesus kepada Petrus memang sungguh  diteruskan. Kasula merah, lambang Sri Paus sebagai Guru yang  rela mengorbankan hidupnya (merah warna darah). Sri Yesus  menurut kepercayaan orang Kristen, baik Katolik maupun  Protestan berfungsi sebagai: Raja, Guru dan Gembala. Fungsi  ini tampak dalam pakaian kebesaran Sri Paus. 
Bagaimana cara pemilihan Paus? Pada zaman dulu, pemilihan  Paus selalu mengikut sertakan Kaisar, Kepala Negara yang  beragama Katolik di samping para Kardinal sebagai  pembantu-pembantu Paus. Namun kebiasaan itu hapus semenjak  abad ke XVI. Dan mulai waktu itu maka pemilihan Sri Paus  hanya diikuti oleh para Kardinal saja. Jika terdengar kabar  bahwa Sri Paus meninggal dunia, maka semua Kardinal dari  seluruh dunia menuju ke kota Roma (Vatikan) tanpa diundang.  Disana mereka bersidang dalam ruang tertutup. Dan selama  sidang para Kardinal dilarang berhubungan dengan dunia luar.  Sidang dipimpin oleh Kardinal yang tertua dibantu oleh  Kardinal termuda dalam usia. Selain para Kardinal hadir juga  Sekretaris Negara Vatikan yang biasanya bukan seorang  Kardinal.    
Tempat duduk para Kardinal merupakan kursi gantung yang bisa  dinaikkan dan diturunkan. Kursi gantung itu disebut  baldakim. Kaki para Kardinal tidak menyentuh tanah, sebagai  lambang bahwa masalah duniawi (ras, bangsa, pandangan  politis) tidak akan dijadikan bahan pertimbangan dalam  memilih Paus. Warna baldakim-pun bermacam-macam; ada yang  berwarna merah, ada yang berwarna kuning dan ada yang  berwarna hijau. Kardinal yang duduk di baldakim merah,  artinya Kardinal yang diangkat oleh Paus yang baru saja  meninggal dunia. Baldakim yang berwarna kuning disediakan  untuk para Kardinal yang diangkat oleh Paus sebelumnya lagi,  jadi dengan demikian berarti Kardinal yang duduk pada  baldakim kuning pernah dua kali mengikuti pemilihan Paus dan  baldakim yang berwarna hijau untuk para Kardinal yang pernah  mengikuti pemilihan Sri Paus sampai tiga kali, jadi diangkat  oleh Paus yang memerintah dua periode sebelum Paus yang  meninggal ini. Lazimnya tidak ada Kardinal yang duduk di  baldakim hijau. Pernah pemilihan Paus didalamnya tidak ada  Kardinal yang duduk di baldakim merah, karena Paus yang  meninggal baru 3 hari menduduki tahta, belum sempat  mengangkat Kardinal, bahkan para Kardinal yang memilihnya  belum semua pulang ke negerinya. Yang sudah pulang dan baru  sampai dipertengahan jalan dan mendengar bahwa Paus yang  baru dipilih 3 hari yang lalu meninggal, cepat-cepat kembali  ke Vatikan lagi. 
Sementara pemilihan Paus berlangsung, di luar gedung  pemilihan telah berkumpul umat Katolik yang ingin mengetahui  hasil pemilihan Paus Jika pemilihan tidak memenuhi syarat  yang ditentukan misalnya Kardinal yang mendapat suara  terbanyak belum mencapai prosentase yang ditentukan, maka  pemilihan dianggap belum berhasil dan diulang kembali.  Kertas pemungutan suara dikumpulkan dan dibakar dengan  jerami basah. Dari cerobong yang dapat dilihat oleh rakyat  yang menunggu di luar tampak asap hitam. Umat di luar gedung  pemilihan tahu bahwa pemilihan belum berhasil. Jika sudah  berhasil maka kertas pemilihan dibakar dengan jerami kering  sehingga asap putihlah yang keluar dari dalam cerobong. 
Begitu Paus baru terpilih, maka semua Kardinal menarik tali  baldakimnya sehingga baldakim menyentuh tanah, sedang  Kardinal yang terpilih sebagai Paus menarik tali baldakim  bukan ke bawah tetapi keatas; ini sebagai lambang bahwa  kedudukan mereka sekarang berlainan tidak lagi sejajar. Para  Kardinal yang tak terpilih bersujud menyatakan kesetiaan  mereka kepada hasil pilihan dan Paus terpilih. Kemudian Paus  terpilih memberikan berkatnya yang pertama sebagai Paus.  Paus terpilih dengan diantar oleh pimpinan sidang, yaitu dua  Kardinal yang tertua dan yang termuda serta Sekretaris  Negara membuka jendela di mana rakyat yang berkumpul di  lapangan St. Petrus bersorak-sorak: "Viva il Santo Papa!  Viva il Santo Papa! (Hidup Santo Bapa, Hidup Santo Bapa). 
Kardinal yang tertua, yang memimpin sidang, kecuali jika dia  sendiri yang terpilih menjadi Paus, maka pimpinan sidang  yang lain yakni yang Kardinal termuda, mengenalkan kepada  rakyat banyak yang kebanyakan umat Katolik itu:  "Saudara-saudara, Yang Mulia Kardinal ... dari Negara ...,  telah terpilih menjadi Paus baru dan beliau memilih nama:  Sri Paus ... Rakyat kemudian bersujud dan Paus terpilih  memberikan berkat kepausannya yang kedua. 
Menurut pengajaran Gereja Ratolik, maka Sri Paus tidak  mungkin sesat dalam menetapkan hukum yang berhubungan dengan  masalah Agama. Surat edaran Sri Paus yang menerangkan suatu  masalah disebut Ensiklik. Biasanya memang setiap Ensiklik  Sri Paus selalu diterima dengan penuh ketaatan oleh dunia  Katolik. Namun berbeda dengan Ensiklik Humanea Vitae yang  dikeluarkan oleh Sri Paus Paulus VI sempat menggegerkan  dunia, bukan saja dunia Katolik tetapi dunia pada umumnya:  sebab untuk pertama kalinya Ensiklik Paus mendapat tantangan  yang begitu hebat dan berakibat kewibawaan Sri Paus merosot  dimata dunia. Ensiklik Humanea Vitae itu menegaskan bahwa  masalah pengaturan kelahiran hanya diperbolehkan dengan  metode pantang-berkala, sedang metode yang lain ditolak  karena tidak sesuai dengan martabat manusia. Para Uskup di  Negeri Belanda minta agar Ensiklik itu dicabut. Para Uskup  di Indonesia dalam sidangnya memberikan penjelasan Pastoral  tentang Ensiklik Humanea Vitae menjelaskan; "Bahwa Ensiklik  itu lahir setelah penyelidikan yang cukup lama dengan  penelitian yang biayanya tidak sedikit, serta banyak doa  yang diarahkan untuk maksud itu. Maka bagaimanapun Ensiklik  itu wajib kita hormati. Kepada saudara yang dengan terpaksa  menjalankan dengan metode yang menyimpang dari yang  dianjurkan oleh seruan Sri Paus, maka masalahnya harus  dibicarakan antara suami isteri dengan sikap yang dewasa."  Namun para Uskup tidak membenarkan usaha-usaha yang bersifat  perkosaan terhadap martabat manusia, misalnya pengguguran  dan pemandulan tetap. 
1.2 KARDINAL
Kardinal     Kardinal adalah pembantu Paus, sebagai Dewan Penasehat,  Dewan Paus. Ada Kardinal yang bertempat tinggal di Negara  Vatikan, yang biasanya memimpin suatu Konggregasi  (Kementerian) dan ada pula yang bertempat tinggal di luar  Vatikan, umpamanya Kardinal Darmoyuwono, Uskup Agung  Semarang.
Pada jaman dulu jumlah Kardinal hanya 70, dan jumlah ini  terus dipertahankan. Jika ada yang meninggal maka diangkat  yang baru. Tetapi semenjak Paus Yohanes XXIII, maka tradisi  yang menetapkan Kardinal hanya berjumlah 70 dihapuskan dan  jumlahnya tidak dibatasi, sekarang jumlah para Kardinal  lebih dari 120 orang dan jumlah itu bisa terus bertambah.  Rupanya tradisi yang menetapkan jumlah Kardinal 70 diperoleh  dari nas Injil Lukas 10:1 di mana diceritakan bahwa Yesus  menyuruh 70 orang muridnya.
Menurut teori Kardinal itu bukan jabatan atau pangkat di  atas Uskup, bahkan boleh seorang Pastor biasa diangkat  Kardinal, bahkan seorang awam (dalam arti tidak ditahbiskan  sebagai imam atau biarawan) dapat saja diangkat menjadi  Kardinal, asal Katolik dan laki-laki. Tetapi dalam  kenyataannya sekarang semua Kardinal yang diangkat itu  umumnya Uskup atau Uskup Agung.
1.3 USKUP
Uskup     Lain halnya dengan Kardinal, maka Uskup tidak boleh di sebut  pembantu Paus; sebab pada hakekataya Paus juga Uskup kota  Roma. Dalam tradisi Gereja Katolik, maka setiap Uskup harus  sumpah setia dan tunduk dibawah pengganti Petrus yaitu Paus. 
Kita mengenal istilah Uskup Agung dan Uskup, seolah-olah  Uskup Agung membawahi Uskup. Setiap Uskup (Uskup Agung dan  Uskup biasa) bertanggung jawab langsung kepada Sri Paus,  namun mereka adalah Kepala Daerah otonom. Memang Uskup Agung  merupakan koordisnator para Uskup di dalam wilayah Propinsi  Gerejani.
Jika suatu daerah dinilai belum dewasa sehingga belum diberi  pemerintahan sendiri (hirarkie gereja), maka di daerah itu  belum ada Keuskupan Agung atau Keuskupan. Untuk daerah itu,  seperti Indonesia sebelum tahun 1961, dibentuk Vikariat atau  Prefektur, yang dikepalai oleh seorang yang berpangkat  Uskup. Bedanya Keuskupan (dan atau Keuskupan Agung) dengan  Vikariat atau Apostolik ialah: bahwa Uskup yang memimpin  sebuah Keuskupan bertindak atas nama dirinya sendiri, sedang  Uskup yang memimpin Vikariat Apostolik bertindak atas nama  Sri Paus.
Karena pangkat Uskup harus dikaitkan dengan nama daerah,  maka Uskup yang tidak memimpin sebuah Keuskupan, yaitu jika  dia memimpin sebuah Vikariat atau tugas lain misalnya  sebagai Duta Besar, maka dia diberi sebutan tituler dan  dikaitkan dengan nama daerah, yang biasanya daerah sebuah  Keuskupan kuno yang sekarang telah musnah. Misalnya sebelum  tahun 1961, belum ada Keuskupan Agung Jakarta yang ada  Vikariat Apostolika de Jakartae; maka juga tidak ada Uskup  Agung Jakarta; pimpinan Vikariat Jakarta diberi gelar: Uskup  Agung tituler Trisaba mewakili Sri Paus memimpin Vikariat de  Apostolika de Jakartae. Semarang: pada waktu Uskup Agung  tituler Danaba. Purwokerto: Uskup tituler Balburu.  demikianlah, keadaan sebelum tahun 1961. Setelah pemberian  hirarkie Gereja di Indonesia sesuai dengan Dekrit Sri Paus  Acta Apostolicae Sedis LIII hal. 244; tgl. 14 Januari 1961,  maka lalu muncul Keuskupan Agung dan Keuskupan di Indonesia,  maka dengan demikian dikenal jabatan Uskup Agung Jakarta,  Uskup Agung Semarang dan lain-lain.
Uskup tituler juga diperuntukkan bagi Uskup yang tidak aktif  lagi menjalankan fungsinya sebagai pemimpin Gereja  (pensiun), misalnya Mgr. Adrianus Djajaseputro S.J. sewaktu  memimpin Vikariat Jakartae bergelar Uskup Agung Tituler  Trisaba; dan sekarang setelah tidak memimpin Keuskupan Agung  Jakarta lagi, maka beliau bergelar Uskup Agung tituler  Bolsena. Pada waktu Mgr. Pius Batubara menjabat sebagai  Uskup Muda/Uskup Pembantu Keuskupan Agung Medan beliau  bergelar: Uskup tituler Ubaba. Pada waktu dulu, jabatan  Uskup selalu dipangku untuk masa seumur hidupnya, tetapi  semenjak Paus Paulus VI menetapkan bahwa Uskup yang sudah  berusia 75 tahun boleh mengajukan permohonan non aktif  (pensiun). Jabatan Uskup bisa pensiun, tetapi pangkat yang  melekat karena tahbisan (pelantikan) dibawa mati. Itu pula  sebabnya pakaian kebesaran seorang Uskup yaitu tongkat,  mahkota, Injil, kasula dibawakan sampai mati. Dan upacara  penguburan seorang Uskup hanya boleh dilakukan oleh Uskup  juga.
Uskup diangkat oleh Sri Paus dari 3 calon yang diusulkan  oleh Dewan Keuskupan. Namun Sri Paus bebas juga mengangkat  calon lain, namun hal yang demikian itu jarang sekali  dilakukan. Dalam keputusan Sri Paus selalu disebutkan bahwa  Pastor yang diangkat menjadi Uskup, pentahbisannya (upacara  pelantikannya) boleh meminta kepada seorang Uskup yang lain.  Pakaian kebesaran Uskup sama dengan pakaian kebesaran Sri  Paus hanya berbeda dalam warna saja, dan tingkatan yang  lebih rendah misalnya mahkotanya bukan tiara bertingkat  tiga. 
Dalam melaksanakan pekerjaan seorang Uskup dibantu oleh  sebuah Staf yang biasanya terdiri dari Vikaris Jenderal  (Wakil) bisa disebut juga Vikaris Epikopus (Wakil Uskup) dan  biasanya hanya seorang, tetapi Keuskupan Agung Semarang  mempunyai 4 orang Wakil Uskup; yang setiap Wakil Uskup  membawahi bagian dari daerah Keuskupan itu, yakni: Semarang,  Magelang, Yogyakarta dan Surakarta. Selain Vik.Jen. atau  Vik. Ep. Uskup juga dibantu oleh seorang Sekretaris yang  biasanya dijabat oleh seorang Pastor. Beberapa Delegatus,  yang mengurus suatu bidang, misalnya Delegatus Sosial  (Del.Sos.), Delegatus Pendidikan (Del.Pen.) dll, merupakan  suatu Staf yang membantu Uskup.  
Daerah Keuskupan terbagi atas beberapa Paroki yang dikepalai  oleh seorang Pastor Paroki; mungkin dibantu oleh Pastor lain  mungkin juga tidak.
1.4 KONFERENSI USKUP NASIONAL
Walaupun setiap Uskup langsung bertanggung jawab kepada Sri  Paus dan daerahnya adalah otonom dan berdaulat penuh, namun  Uskup yang bertempat tinggal di satu negara mempunyai  persoalan yang sama dalam hal hidup di negara yang sama.  Maka Uskup-Uskup tersebut membentuk suatu Sekretariat  Bersama yang untuk Indonesia disebut MAWI, singkatan dari  Majelis Agung Wali Gereja Indonesia berkantor di Jalan Taman  Cut Mutiah No. 6 Jakarta.
Ini bukan berarti bahwa MAWI merupakan lembaga di antara  Paus dan Uskup. Uskup berdaulat penuh atas daerahnya dan  setiap 5 tahun sekali masing-masing Uskup mempunyai  kewajiban menghadap Sri Paus. Kunjungan wajib ini disebut  "ad limina." Di Indonesia terdapat 33 orang Uskup sehingga  dengan demikian dapat dipastikan bahwa setiap tahun pasti  ada Uskup dari Indonesia yang menghadap Paus. 
MAWI setiap takun mengadakan Konferensi Para Uskup, biasanya  menjelang akhir tahun. Selain membicarakan beberapa masalah  juga dipilih Presidium MAWI yang baru. Presidium MAWI yang  sekarang, diketuai oleh Yustinus Kardinal Darmoyuwono, Uskup  Agung Semarang, dan 2 orang Wakil, yakni Mgr. Dr. Th.  Lumanauw Pr. Uskup Agung Ujung Pandang dan Mgr. Donatos  Djagom SVD, Uskup Agung Ende; Sekretaris Jenderal dijabat  oleh Mgr. Dr. Leo Sukoto SJ, Uskup Agung Jakarta; Bendahara  oleh Mgr. P.S. Hardjosoemarto, MSc. Uskup Purwokerto.
Pekerjaan Sekretariat MAWI dipimpin oleh seorang Pro  Sekretaris. Pada MAWI ada bagian-bagian yang mengurusi suatu  masalah, yang disebut PWI (Panitya Wali Gereja Indonesia),  misalnya PWI Sosial, PWI Liturgi, PWI Seminari, dan  lain-lain yang jumlahnya disesuaikan menurut kebutuhan.  Selain itu juga ada bagian-bagian seperti Bagian Keuangan,  Bagian Pendidikan, dll.
1.5 HIRARKIE GEREJA KATOLIK DI INDONESIA
Di Indonesia     Seperti diuraikan di atas bahwa sebelum th. 1961 di  Indonesia belum ada Keuskupan Agung dan keuskupan yang ada  ialah Vikariat Apastolik (Perwakilan Takhta Suci) atau  Prefektur Apostolik. Dengan Dekritnya tgl. 3 Januari 1961,  Acta Apostolicae Sedis LIII (l961) hal: 244 Sri Paus Yohanes  XXIII memberikan hirarkie Gereja kepada Gereja Katolik di  Indonesia. 
Menteri Agama RI dengan surat keputusan No. 89 tanggal: 13  Desember 1965; atas usul Kepala Biro Urusan Katolik  Departemen Agama (sekarang Direktorat Jenderal) No. B.  IX/I/7/616 tgl 10 Februari 1965 dan usul MAWI No.  A/12174/211/00, tanggal 2 Oktober 1964 telah menetapkan: 
1. Merobah nama Vikariat dan Prefektur Apostolik menjadi  Keuskupan Agung dan Keuskupan, kecuali Prefektur Apostolik  Sibolga, dan juga Prefektur Weetebula. 
2. Menetapkan pembentukan hirarkie baru bagi Gereja Katolik  di Indonesia sebagai berikut: 
a. Keuskupan Agung Semarang: meliputi wilayah-wilayah bekas  Vikariat Apostolik Semarang, Keuskupan Purwokerto (bekas  V.A. = Vikariat Apostolik Purwokerto), Keuskupan Surabaya  (bekas V.A, Surabaya), Keuskupan Malang (bekas V.A. Malang). 
b. Keuskupan Agung Jakarta: meliputi wilayah bekas V.A.  Jakarta, Keuskupan Bandung (bekas V A. Bandung), Keuskupan  Bogor (bekas V.A Bogor).    c. Keuskupan Agung Pontianak: meliputi wilayah bekas V.A.  Pontianak, Keuskupan Banjarmasin (bekas V. A. Banjarmasin),  Keuskupan Samarinda (bekas V.A. Samarinda), Keuskupan  Sintang (bekas V. A. Sintang), Keuskupan Ketapang (bekas  V.A. Ketapang). 
d. Keuskupan Agung Medan: meliputi bekas V.A. Medan,  Keuskupan Palembang (bekas V.A. Palembang), Keuskupan  Pangkalpinang (bekas V.A. Pangkalpinang), Keuskupan  Tanjungkarang (bekas V.A. Tanjungkarang), Keuskupan Padang  (bekas V.A. Padang) dan Prefektur Apostolik Sibolga.
e. Keuskupan Agung Ende: meliputi bekas Vikariat Apostolik  Ende, Keuskupan Larantuka (bekas V.A. Larantuka), Keuskupan  Ruteng (bekas V.A. Ruteng), Keuskupan Atambua (bekas V.A.  Atambua), Keuskupan Denpasar (bekas Prefekur Apostolik  Denpasar) dan Prefekur ApostolikWeetebula.
f. Keuskupan Agung Makasar: meliputi bekas VA. Makasar,  Keuskupan Manado (bekas V.A. Manado) dan Keuskupan Amboina  (bekas V.A. Amboina) dalam bagian lain dalam S.K. Menteri  Agama itu disebut bahwa mempunyai daya surut 3 Januari 1961  sesuai Keputusan Sri Paus. 
Dalam perkembangan selanjutnya, Sri Paus membentuk propinsi  Gerejani di Irian Jaya, yakni: Keuskupan Agung Merauke,  Keuskupan Agats-Asmat, Keuskupan Manokwari dan Keuskupan  Jayapura.
1.6 KEUSKUPAN DI INDONESIA
Di Indonesia terdapat 7 Keuskupan Agung dan 26 Keuskupan,  yakni:
- Keuskupan Agung Jakarta: di bawah pimpinan Uskup Agung Mgr. Leo Sukoto S.J. meliputi daerah DKI Jaya, Kabupaten Tangerang dan Kabupaten Bekasi.
 - Keuskupan Bogor: Uskup Mgr. Drs. Ignatius Harsono Pr., meliputi wilayah Kabupaten: Bogor, Sukabumi, Cianjur, Serang, Pandeglang dan Lebak.
 - Keuskupan Bandung: Uskup Petrus Arntz OSC. meliputi Karesidenan Priangan dan Cirebon, Kabupaten Krawang dan Purwakarta.
 - Keuskupan Agung Semarang: di bawah pimpinan Uskup Agung Yustinus Kardinal Darmoyuwono Pr., meliputi Ex. Karesidenan Semarang, Surakarta, Pati (kecuali Rembang dan Blora), Kabupaten Magelang dan Temanggung, DIY.
 - Keuskupan Purwokerto: Uskup Mgr. PS. Hardjosoemarto MSC meliputi Ex. Karesidenan Pekalongan, Banyumas dan Kedu (kecuali Magelang dan Temanggung).
 - Keuskupan Surabaya: Uskup Drs. Yohanes Kloster CM, meliputi Ex. Karesidenan Surabaya, Kediri, Madiun, Bojonegoro dan Kabupaten Rembang dan Blora.
 - Keuskupan Malang: Uskup Mgr. Drs. FX. Sudartanto Hadisumarto O. Carm. meliputi: ex. Karesidenan Malang, Besuki dan pulau Madura.
 - Keuskupan Agung Medan: di bawah pimpinan Uskup Agung Pius AG. Datubara OFM. Cap meliputi Propinsi Aceh dan propinsi Sumatra Utara, kecuali Kabupaten Nias, Tapanuli Tengah dan Tapanuli Selatan.
 - Keuskupan Sibolga: (telah ditingkatkan dari Prefektur) Uskup Mgr. Bernhard Erich Willing OFM. Cap. meliputi Kabupaten Nias, Tapanuli Tengah dan Tapanuli Selatan.
 - Keuskupan Padang: Uskup Mgr. Reimondo C. Bergamin S.G. meliputi Sumaters Barat, Riau Daratan dan Kabupaten Kerinci.
 - Keuskupan Palembang: Uskup J. Hubertus Soudant SCJ. meliputi Propinsi Sumatera Selatan, Bangkahulu dan Jambi kecuali Kabupaten Kerinci.
 - Keuskupan Tanjungkarang: Uskup Mgr, Dr. Andreas Henri Soesanto SCJ. meliputi propinsi Lampung.
 - Keuskupan Pangkalpinang: Uskup Nicolaas P. van der Wessten SS.CC. meliputi Bangka, Belitung dan Kepulauan Riau.
 - Keuskupan Agung Pontianak: di bawah pimpinan Uskup Agung Mgr. Drs. Hieronimus Bumbun SFM. Cap. meliputi Kabupaten: Pontianak, Sambas dan Sanggau, (bag. Utara) semua terletak di Kalimantan Barat.
 - Keuskupan Sintang: Uskup Mgr. L. van de Boorn S.M.M. meliputi Kabupaten Sintang dan Kapuas Hulu (di Kalimantan Barat).
 - Keuskupan Ketapang: Uskup Mgr. Drs. Gabriel W. Silekens C.P. meliputi Kabupaten Ketapang
 - Prefektur Apostolik Sekadau, Prefek Mgr, Lukas Spinoso C.P. meliputi Kabupaten Sanggau sebelah selatan Sungai Kapuas dan daerah sebelah utara sungai Kapuas yang termasuk daerah ex. Karesidenan Sekadau.
 - Keuskupan Banjarmasin: Uskup Mgr Gielmus Demarteau MSF. meliputi Propinsi Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah.
 - Keuskupan Samarinda: Uskup Mgr. Chr. V. Weegberg meliputi Propinsi Kalimantan Timur.
 - Keuskupan Agung Ujung Pandang: di bawah pimpinan Uskup Agung Mgr Dr. Th. Lumanauw Pr, meliputi Propinsi Sulawesi Tenggara.
 - Keuskupan Manado: Dr. Th. Hubertus Antonius JAC Moors MSC, meliputi Propinsi Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah.
 - Keuskupan Amboina: Uskup And PC. Sol MSC. meliputi Propinsi Maluku.
 - Keuskupan Agung Merauke: di bawah pimpinan Uskup Agung Mgr. Yohanes Divenvoorde MSC, meliputi sebagian Kabupaten Merauke.
 - Keuskupan Agats-Asmat: Uskup Mgr. Alphonse Sowada OSC, sebagian Kab. Merauke dan Daerah Cicak.
 - Keuskupan Jayapura: Uskup Mgr. Herman FM Munninghoff OFM. meliputi Kabupaten Jayapura, Teluk Cenderawasih, Jayawijaya, Saniai, Fak-Fak sebelah Timur mulai kota Kaimana.
 - Keuskupan Manokwari: Uskup Mgr. Petrus van Diepen CSA. meliputi Manokwari, Sorong dan Fak-Fak sebelah barat
 - Keuskupan Agung Ende: dibawah pimpinan Uskup Agung Mgr. Donatus Dagom SVD, meliputi Kabapaten Sikka, Ende dan Ngada.
 - Keuskupan Larantuka: Uskup Mgr. Daritus Nggawa SVD, meliputi Flores Timur, Pulau-pulau Adonara, Solor, Lembata, Alor dan Pantar.
 - Keuskupan Ruteng: Uskup Mgr Vitalis Djebarus SVD. meliputi Flores Barat.
 - Keuskupan Atambua: Uskup Mgr. Th. van den Tillaart SVD, meliputi Kabupaten: Belu dan Timor Tengah Utara.
 - Keuskupan Kupang: Uskup Grehorius Manteiro SVD, meliputi Kabupaten Kupang dan Timor Tengah Selatan.
 - Keuskupan Weetebula: (peningkatan dari Prefektur Apostolik) meliputi pulau Sumba dan Sumbawa. Uskup: Mgr. Haripranoto SJ.
 - Keuskupan Denpasar: Uskup Mgr. A. Hubertus Thijssen SVD, meliputi pulau pulau Bali dan Lombok.
 
Selain itu kita mengenal istilah Uskup ABRI yang dijabat  oleh Yustinus Kardinal Darmoyuwono Pr. Uskup ABRI bukan  merupakan suatu lembaga di bawah pimpinan ABRI, melainkan  Uskup yang bertanggung jawab akan rawatan rokhani terhadap  anggota ABRI yang beragama Katolik.
1.7 TAREKAT RELIGIUS
Tarekat Religius     Kalau kita perhatikan daftar nama Uskup di atas maka di  belakang nama-nama itu kita jumpai singkatan: SJ, SVD, SCJ,  OFM, dll.
Singkatan-singkatan itu adalah menunjukkan nama Organisasi  Tarekat Relegius, Pimpinan Tarekat itu biasanya bermarkas  besar di Roma dan disebut Jenderal, sedang wakilnya di tiap  negara disebut Propincial.
Tarekat itu misalnya: SJ, (Tarekat Jesuit), SVD (Kalam  Allah) MSC (Hati-Kudus), OFM (Fransiskan), OFM Cap  (Fransiskan Capusin), O. Carm (Ordo Karmelit), CM  (Conggregasi Maria) dll.    Seorang Pastor ketika akan ditahbiskan mengucapkan kaul  (ikrar: kemiskinan tidak menguasai harta pribadi), ketaatan  kepada Pimpinan Tarekat dan hidup selibat (tidak menikah).  Untuk Pastor dari tarekat masih ditambah satu kaul lagi  ialah: taat secara mutlak kepada Santo Bapa (Sri Paus).  Untuk Pastor Praja (Pr) tidak harus berkaul kemiskinan, dan  ketaatannya bukan kepada Pimpinan Tarekat melainkan kepada  Uskup setempat.
Perbedaan Pastor anggota Tarekat Religius dg Pastor Praja  ialah:    1. Anggota Tarekat tidak mengikatkan kepada Keuskupan  tertentu, sedang Pastor Praja mengikatkan diri sepenuhnya  kepada Keuskupan tertentu.
2. Praja, adalah bukan nama suatu tarekat melainkan bahwa  Pastor tersebut Pastor yang tidak mempunyai tarekat  (organisasi). Mereka juga mempunyai organisasi UNIO, tetapi  hakekatnya lain sekali dengan Organisasi Tarekat. UNIO tidak  mempunyai kekuasaan mutlak kepada anggotanya.
3. Keperluan hidup anggota tarekat (makan, pakaian) menjadi  tanggung jawab tarekat, sedang kebutuhan untuk melaksanakan  tugas (kendaraan) menjadi tanggung jawab Uskup di mana dia  berkarya, sedang untuk Pastor Praja baik keperluan hidupnya  maupun kebutuhan untuk melaksanakan tugas menjadi tanggung  jawab sepenuhnya dari Uskup.
1.8 DIREKTORAT JENDERAL BIMASA KATOLIK
Departemen Agama Rl mempunyai 5 Direktorat Jenderal:    Dir.Jen. Bimasa Islam, Dir.Jen. Bimasa Kristen, Dir.Jen.  Bimasa Katolik, Dir.Jen Bimasa Hindu dan Budha, Dir.Jen.  Urusan Haji, Dir.Jen. Bimasa Katolik adalah instansi  pemerintah yang tidak ada hubungan hirarkie dengan  Gereja Katolik. 
Sebelum th 1967, kedudukan Dir.Jen. Bimasa Katolik belum  ada, Urusan Katolik diurus oleh Biro Urusan Katolik yang  dipimpin pada waktu itu oleh Sp. M J. Oentoe yang kemudian  diangkat menjadi Sekretaris Direktorat Jenderal Bimasa  Katolik pada waktu Biro Urusan Katolik ditingkatkan menjadi  Direktorat Jenderal Bimasa Katolik.
Direktur Jenderal Bimasa Katolik yang pertama ialah Ibu B.  Kwari Sosrosoemarto sampai akhir tahun 1974 yang kemudian  diganti oleh Bapak Mayor Jenderal Ignatius Joko Mulyono. 
Literatur 
- Ensiklopedi Indonesia.
 - Sejarah Gereja Katolik lndonesia, jilid 4 tentang: Pengintegrasian di Alam Indonesia, Dr. M.P.M. Muskens Pr.
 - Riwayat hidup Paus Pius X, khususnya tentang tata cara pemilihan Paus.
 - Kitab Suci Perjanjian Baru, terbitan Departemen Agama,
 - Majalah Bimas Katolik No. 2 Tri Wulan I tahun VIII-1976.
 - Buku Petunjuk Gereja Katolik tahun 1976.
 
UNTUK DIPERHATIKAN
Admins menghormati hak kebebasan berpendapat anda dalam merespons artikel manapun yang tersaji di sini. Karenanya, tidak ada pemberlakuan persyaratan khusus yang dapat diartikan sebagai pembatasan atas hak tsb. Sebagai gantinya, kami hanya minta anda menghormati kewajiban moral anda sendiri dengan menghargai tata-krama serta adab yang berlaku dalam budaya kita. Ekspresikanlah pendapat anda dengan menggunakan bahasa yang baik. Terima kasih.


0 Comments:
Post a Comment